Tuesday, January 4, 2011

Sebuah cerita singkat - Kisah Tragis Supir Taksi

Kisah-kisah tragis dalam kehidupan rakyat kecil, seperti contohnya kehidupan para supir taksi di kota Jakarta, sudah sangat sering kita dengar. Dari sekian banyak cerita yang pernah saya baca atau saya dengar, beberapa kisah diantaranya terkadang membuat hati saya terasa miris...

Malam ini, sepulang dari tempat saya bekerja di wilayah Serpong menuju ke rumah di wilayah Jakarta Selatan, saya mendengarkan kisah kematian tragis seorang supir taksi. Saya sebenarnya merasa sangat lelah dan mengantuk saat itu, sehingga saya memutuskan untuk naik taksi di wilayah Veteran - Bintaro. Supir taksi yang saya tumpangi malam itu berusia kira-kira 50 tahun, badannya agak gemuk, kulit sawo matang, dirambutnya sudah tampak uban disana sini dan dari raut wajah serta suaranya, Bapak itu terkesan ramah, baik dan tahu sopan santun.

Teman saya yang saat itu pulang bareng naik taksi tersebut, bertempat tinggal di daerah Pondok Indah. Jadi kami mampir untuk mengantarkannya lebih dahulu, sesudah itu langsung menuju ke rumah tempat saya tinggal. Kami harus sedikit memutar karena di daerah perumahan tersebut banyak sekali jalan yang ditutup dengan alasan keamanan. Kami berpapasan dengan beberapa petugas jaga malam  sepanjang daerah tersebut. Inilah awal mula cerita supir taksi tersebut.

Menurut beliau, beberapa petugas keamanan seperti satpam dan para polisi banyak yang bekerja sama dengan maling dan penjahat untuk berbagi hasil kejahatan. Tentu saja hal itu bukan cerita baru bagi kita, bukan? Tuturnya kemudian, "Kalau kita kehilangan sepeda, bisa-bisa kita kehilangan motor juga mba". "Lho, kenapa bisa begitu Pak?" saya bertanya dengan rasa ingin tahu. "Begini mba, ... kita melapor ke polisi bahwa sepeda kita hilang. Nanti polisinya akan bertanya, apakah kita mau sepeda tersebut diketemukan dan dikembalikan. Kalau mau, kita harus bayar dulu, dan bayarnya bisa seharga motor mba." Hmmm... sepertinya saya baru dengar hal yang semacam itu.

Kemudian si bapak melanjutkan, "Baru-baru ini saya kehilangan sepeda motor, dan saya langsung melaporkannya kepada pihak berwajib. Seperti yang sudah saya duga, mereka menanyakan apakah saya mau sepeda motor saya kembali. Saya bilang bahwa saya hanya mau melaporkan saja, supaya kalau motor tersebut nantinya digunakan untuk kejahatan, saya ada bukti kalau sudah melaporkan kehilangannya mba." 

"He's smart...", begitu yang saya pikirkan. "Sedih ya Pak, rasanya sudah tidak bisa lagi kita mengharapkan keadilan berpihak pada orang-orang yang tidak punya", begitu komentar saya. Si bapak melanjutkan kembali dengan cerita selanjutnya. Saat itu lampu lalu lintas di perempatan Arteri Pondok Indah berganti dari warna hijau menjadi warna kuning dan selanjutnya warna merah menandakan kami harus berhenti. Saya dapat dengan jelas mendengarkan cerita tersebut.

"Itu belum seberapa, mba. Beberapa bulan yang lalu, saya kehilangan seorang rekan saya. Beliau seorang supir taksi juga, seumuran dengan saya dan sudah mempunyai cucu. Taksinya dirampas dan mereka membunuhnya karena melawan. Tubuhnya dibuang di daerah Tangerang dan diketemukan oleh warga seminggu setelah peristiwa naas itu terjadi. Tentu saja badannya sudah membusuk. Teman saya ini dilaporkan hilang sekitar jumat malam dan diketemukan sudah tidak bernyawa di jumat malam berikutnya".

"Beberapa perwakilan dari taksi tersebut melaporkan ke kantor polisi beberapa hari setelah teman saya menghilang. Adalah sangat kebetulan sekali, bahwa taksi yang dirampas tersebut dikenali oleh salah seorang rekan saya diparkir di kantor polisi tersebut. Nomor taksinya sudah dihapus, tapi karena sudah terlalu lama merekat maka bekasnya masih sangat kentara sehingga masih mudah untuk dibaca. Mereka langsung melaporkannya kepada kepala polisi ditempat itu dan segera diusut. Dalam waktu singkat, kasus ini segera dapat dipecahkan. Ada empat orang yang terlibat dan dua diantaranya adalah polisi. Mereka langsung dipecat dari jajaran kepolisian".

"Sebenarnya almarhum menguasai ilmu bela diri mba, namun dari penuturan para pelaku, korban diserang dalam posisi sedang menyetir sehingga gerakannya sangat terbatas. Karena melawan, korban dibunuh dan langsung dibuang sedangkan taksinya dibawa kabur".

"Sebelum meninggal, saya sempat menegur beliau karena terlalu sering bekerja hingga larut malam. Saya menyarankan agar pulang setelah jam 12 malam. Namun beliau mengatakan bahwa dua orang anaknya masih membutuhkan biaya untuk kuliahnya. Kalau ia tidak bekerja keras darimana lagi ia harus mendapatkan uang kuliah? Belum lagi untuk biaya hidup." 

"Jadi peristiwanya terjadi lewat tengah malam, mba. Dan memang justru saat-saat seperti itulah yang sangat rawan kejahatan. Atmosfirnya beda lho mba..!.", ia menekankan kalimat terakhirnya.

Sejenak saya terdiam dan membayangkan betapa beratnya tekanan hidup yang harus ditanggung oleh istri dan anak-anak yang ditinggalkan. "Menyedihkan sekali ya Pak..., ada orang yang berusaha hidup dengan baik dan mencari nafkah dengan jujur. Namun hal itu pun dirampas oleh orang-orang yang tidak punya belas kasihan, mementingkan diri sendiri dan mencari uang dengan cara yang salah. Bagaimana nasib kedua anaknya yang sedang kuliah dan bagaimana sang istri yang harus menanggung beban hidup di usia yang sudah tidak muda lagi?......." Kami berdua berdiam diri dan tidak berkata-kata lagi.

Rasanya bisa gila kalau setiap hari kita mendengarkan kisah-kisah ketidak adilan, kesengsaraan hidup dan kekejaman yang dapat dilakukan manusia terhadap sesamanya. Apa yang bisa kita lakukan? Saya merasa sangat sedih..., tidak berdaya..., miris... 

Tuhan..., mengapa harus terjadi hal-hal seperti itu? Apakah ada yang bisa saya lakukan?...

Sesampainya dirumah, saya berganti pakaian dan mencoba menuliskan apa yang baru saja saya dengar. Sengaja saya tidak menyebutkan nama taksi, nama supir atau pun keterangan lain yang saya dapat dari cerita tersebut. Saya tidak ingin memojokkan siapa pun. Tujuan saya hanyalah menceritakan ulang  kisah tersebut dalam bentuk tulisan dan agar kita semua lebih berhati-hati dalam setiap tindakan dan keputusan yang kita ambil. Harapan saya yang terbesar adalah ada yang dapat kita lakukan untuk menghentikan hal-hal semacam ini terjadi lagi.

Semoga Tuhan senantiasa melindungi kita.

No comments:

Post a Comment