Monday, January 3, 2011

GADIS

Beberapa tahun yang lalu, saya bertemu dengan seorang teman di tempat saya pernah bekerja selama kurang lebih 3 tahun di bilangan Jalan Sudirman di Kota Jakarta. Namanya Gadis. Ia berasal dari daerah Sumatera Barat dan sangat bangga akan hal itu.

Apa sih yang terlintas dipikiranmu saat pertama kali mendengar namanya? Hmm... muncul bayangan seorang wanita muda, cantik, langsing dan menarik, pokoknya semua hal yang ideal untuk seorang wanita di mata pria. Dan memang, Gadis adalah seorang wanita muda yang cantik, langsing, memiliki kulit sawo matang yang bersih, rambutnya lurus dan hitam legam sebahu, mata dan bibirnya seksi, penampilannya modis, berasal dari keluarga yang mapan bahkan cenderung berkelebihan sehingga mampu membiayai kuliahnya di Belanda dan Inggris. Gadis juga sangat beruntung karena memiliki kecerdasan di atas rata-rata alias smart dan pandai membawa diri dalam bergaul. 

Ada satu lagi yang saya suka dari Gadis, yaitu sifatnya yang rendah hati, tidak sombong dan sopan tingkah lakunya. Pribadi yang sangat menyenangkan. Dan sebagai sesama wanita, saya merasa sangat bersyukur karena dapat mengenal Gadis dan bekerja bersama-sama dengannya dalam 1 tim. Memang sempat terbersit rasa iri hati karena Gadis memiliki hampir semua yang saya idamkan sebagai seorang wanita. Tapi hal itu tidak membuat saya membenci, memusuhi atau menjauhinya. Rasa iri itu lebih mengarah kepada kekaguman dan akhirnya banyak hal-hal yang positif muncul seperti persahabatan, pertemanan dan prestasi kerja yang meningkat.

Pada tahun 2007, saya sempat mengikuti sebuah workshop menulis yang diadakan di daerah puncak. Pada saat itu terlintas di pikiran saya untuk menulis sebuah cerita mengenai Gadis. Namun saya mencoba untuk menulisnya dari sudut pandang seorang pria.

Bagaimana ceritanya? Ini dia ...

GADIS

  
Mana ada sih di dunia ini manusia yang sempurna? Punya banyak kelebihan tapi tanpa kekurangan, tanpa cacat sedikit pun. Nggak mungkin deh. Tapi memang wajar kan, karena memang manusia diciptakan oleh Yang Kuasa dengan kelebihan dan kekurangannya masing-masing. Siapa sih yang nggak setuju dengan pernyataan itu?

Sebagai pria lajang yang sedang mencari pacar, atau lebih tepatnya calon istri, aku setuju banget bahwa wanita mana pun nggak ada yang bener-bener sempurna. Ada cewe cantik banget, eh borosnya nggak ketulungan. Ada lagi cewek yang diomongin itu kebanyakan cuma baju terbaru, sepatu model Perancis, asesoris kalung unik de el el. Ada cewek yang smart, tampang lumayan oke, eh galaknya ampun ampunan. Mana cerewet lagi, huh…

Sudah banyak cewe yang aku kenal, secara umurku yang sudah kepala tiga alias tiga puluhan. Tapi, yahh.. bener-bener mengecewakan. So, memang benar kalau dibilang, nggak ada tuh manusia atau cewek yang sempurna.

Sampai-sampai Tante Mila pernah kasih komentar yang menurutku aneh, “Udah Joe, Tasya itu memang nggak pinter-pinter banget, tapi orangnya baik, cantik lagi. Nikah aja sama dia. Nggak usah pikirin kekurangannya. Nanti juga kamu bisa menerima dia apa adanya.” Aku hanya tersenyum sambil mengangguk sopan terus ngeloyor pergi menjauh dari Tante Mila and the geng.

Please dech, kalau istriku nggak pinter (sebenernya sih, menurutku Tasya itu bolotnya minta ampun) gimana anak-anakku nantinya? Pernah sih, aku merasa hampir menemukan “soul mate” pada diri Miranda. Cewe cantik lulusan S-2 Psikologi sebuah Universitas Swasta terkenal di Jakarta, yang saat ini memimpin sebuah perusahaan konsultan Human Resourse namun tetap low profile itu memang impian banyak pria. Aku merasa beruntung sempat pacaran selama 1 tahun dengan Miranda, sampai ia ketahuan selingkuh dengan salah satu karyawan di perusahaan tempat ia bekerja. Pada saat itu aku sudah berencana untuk melamarnya dan memintanya untuk menjadi pendamping hidupku.

Apakah memang aku kurang beruntung dalam mencari pasangan hidup? Padahal tampangku lumayan oke, banyak yang bilang kalau aku mirip Jonathan Fritz, artis sinetron muda bertampang imut. Orang lain yang bilang lho…! Keluargaku tergolong “mampu” sehingga dapat menyekolahkan aku ke Amerika untuk mendapatkan titel MBA. What’s wrong? Apakah memang nggak ada cewe yang sempurna di dunia ini?

Yah,…. Aku tetap berpendapat bahwa memang nggak ada tuh yang namanya cewe sempurna, sampai pada suatu hari saat aku masuk kantor setelah mengambil cuti selama 1 minggu.
“Hai, namaku Gadis.” Aku terpana sesaat. “Oh .. mmm  hai juga. Aku Joe”. Mba Linda yang melihat ekspresi mukaku saat bersalaman dengan Gadis, berusaha menahan tawa. “Gadis ini baru masuk seminggu yang lalu Joe. Saat ini dia menjabat sebagai Deputi Manager Marketing untuk menggantikan Ibu Cindy yang mengundurkan diri bulan depan.”

Aku tidak terlalu mendengarkan kata-kata Mba Linda. Aku benar-benar terpesona dengan penampilan Gadis saat itu. Wajahnya cantik dan manis. Kulitnya bersih, kuning langsat dan dari wajahnya seperti memancarkan keramahan dan kebaikan hati. Tubuhnya langsing dan tinggi semampai. Rambutnya hitam terawat dan panjang sebahu. Pakaian yang dikenakan casual namun tetap berkesan profesional. Dan saat ia tersenyum aku benar-benar terpaku. Tutur katanya sopan banget tapi tidak kaku. Terkesan bahwa ia adalah seorang yang sigap dan energik saat berbicara denganku dan rekan-rekan kerjaku.

Pada saat makan siang aku berusaha memandang ke arah Gadis yang sedang makan semeja dengan cewe-cewe yang lain. Ia terlihat bercanda dan tertawa riang dengan yang lainnya. “ Woy… bengong aja Joe. Gimana cutinya?, sapa Wawan. “Yah … gitu deh, biasa aja.” Aku meneruskan makanku sambil sesekali menjawab pertanyaan-pertanyaan Wawan. “Lagi ngeliatin siapa sich, Gadis ya?, tebak Wawan sambil ikut memandang ke arah Gadis. “Iya…., baru masuk ya?, aku pura-pura nggak tahu aja. “Iya Joe, dia masuk seminggu yang lalu. Oke, khan? Semua pada heboh, Joe. Habis, itu cewe cakep banget. Mana pinter, baik, nggak sombong, kaya lagi.” “Ah, pada tau darimana kalau dia baik, nggak sombong bla.. bla.. bla, kan baru 1 minggu dia disini”, sambil pasang muka acuh aku mengomentari Wawan. “Gadis kan dulu temen kampusnya Sisca. Sisca udah kenal Gadis dari mulai kuliah sampai sekarang. Posisi itu juga Sisca yang tawarkan ke Gadis.”

Mulai saat itu, pikiranku hanya dipenuhi oleh gambaran Gadis yang sedang berbicara dengan klien, Gadis yang sedang memimpin rapat pertamanya, Gadis yang sedang berbicara akrab dengan Pak Sugeng office boy di kantor dan lain sebagainya. Selama 1 minggu aku merasa gelisah karena bayangan Gadis tidak pernah lepas dari ingatanku.

Sebenarnya, hanya ada satu yang berusaha aku temukan dari Gadis. Ada nggak sih kekurangannya? Semua orang suka padanya. Penampilannya sederhana namun tetap modis. Kata Sisca, dari dulu Gadis memang oke kalau masalah mode. Tapi anehnya dia paling pantang ngabisin uang untuk belanja sepatu atau baju. Beli sekali-sekali tapi yang bagus sekalian katanya. “Padahal Joe, orangtuanya tajir banget. Honda Jazz yang Gadis pakai ke kantor itu pemberian papanya. Itu udah dari 3 tahun yang lalu. Terus dia mau dibelikan apartemen, eh…. dia nggak mau, alasannya boros dan dia masih pengen tinggal sama papa mamanya. Eit… tapi jangan salah. Gadis nggak manja lho, justru di rumah dia sering masak buat makan malam dan sarapan bareng pembokatnya. Secara dia emang seneng masak dan bikin kue. Uah… top banget kan?” Sisca mengoceh terus tanpa henti.

Apanya yang kurang? Kelihatannya semua yang terlihat dari Gadis hanya semata-mata kebaikan, keramahan, kecerdasan dan tentunya kecantikan yang sangat alami. Ia pun tak pernah melalaikan waktu beribadah setiap hari. Cantik luar dan dalam nih.

Kira-kira 2 minggu kemudian, aku mendapat kesempatan emas untuk makan siang bareng Gadis di kantin kantor. Kami duduk semeja dan hanya berdua saja. Awalnya kami membicarakan masalah proyek terbaru dari Pak Anwar. Harus kuakui, Gadis memang brilliant! Dan yang membuat aku semakin kagum adalah Gadis tidak menyombongkan dirinya, sehingga semua orang merasa nyaman bekerja sama dengannya. Termasuk aku. Kemudian aku mulai bertanya-tanya mengenai keluarganya. Sebenarnya sih, aku sudah tahu dari Sisca. Memang paling gampang mengorek informasi dari cewe yang satu itu. Bawain aja cemilan ke mejanya, tanyakan satu kalimat, jawabannya 3 paragraf, he..he…

Memang benar-benar menyenangkan berbicara dengan makhluk cantik yang satu itu. Akhirnya, aku menemukan wanita sempurna di dunia ini.  A Perfect Woman, not just a Pretty Woman.

******

Sudah 5 bulan kami saling mengenal, namun aku belum punya keberanian untuk mengajaknya keluar. Sebenarnya aku masih penasaran, apakah benar Gadis tidak punya kekurangan satu pun juga? Semakin lama, dan semakin banyak informasi yang kudapat tentang Gadis, benar-benar oke. Mengenai percintaan, ternyata Gadis tipe cewe yang setia. Justru 2 kali pacarnya berselingkuh dengan cewe lain. Pertama kali ketahuan, Gadis memaafkan sang pacar karena ia memohon maaf dan berjanji tidak akan terulang lagi. Namun kedua kalinya, Gadis memutuskan hubungan mereka. Sampai saat ini, menurut Sisca, Gadis masih menjomblo.

Lama kelamaan Sisca menyadari perhatianku pada Gadis. “Joe, gue setuju banget kalo elo jadian sama Gadis. Cepetan aja jadian, soalnya gue denger Pak Anwar akan menempatkan Gadis di cabang Jakarta Selatan. Elo bakalan jarang ketemu Gadis lho.”

Hmmm, sebenarnya ini kesempatanku tapi aku masih tetap penasaran. Ada nggak sih kekurangan cewe manis itu? Aku ingin sekali mengetahui bagaimana Gadis bersikap di tempat lain. Aku dengar di kantor cabang situasi kerja penuh tekanan dan orang-orangnya kurang simpatik.
Tapi baru sebulan Gadis bekerja di kantor cabang, prestasi kerja mereka mengalami peningkatan. Roni, rekan kerjaku di sana mengatakan bahwa Gadis benar-benar jadi pusat perhatian.

“Orangnya keren banget Joe, baik dan nggak sombong. Tapi otaknya encer banget. Cantik lagi. Sayang gue udah punya anak istri. Kalo belum, gue udah tembak jadi pacar gue Joe…” Sesekali aku masih berhubungan dengan Gadis. Masalah kerjaan sih. Tapi cukup mengobati kerinduanku selama 6 bulan ini. Sisca berhenti bekerja karena baru melahirkan anak pertamanya dan suaminya memintanya untuk tinggal di rumah saja. Aku benar-benar kehilangan Sisca, sebagai rekan kerja dan sebagai sumber informasiku mengenai Gadis.

“Hai Joe apakabar nih?, terdengar suara yang sangat riang dari telepon genggamku. “ Eh Gadis, aku baik-baik aja kok. Gimana kerjaan di cabang?” aku berusaha menahan rasa rinduku. “Oke, capek sih tapi dibawa seneng aja. Karena kita kerja bareng-bareng tim yang kompak jadi nggak berasa capeknya”. “Bagus deh, kamu memang top banget. Aku salut sama kamu, dis” dalam hati aku berkata “Aku kangen sama kamu, dis”…. Kami berdua tertawa. “Eh, ada apa dis, kok kamu telepon siang-siang gini. Kangen ya?” he..he..
“Bisa aja Joe. Ini, aku mengundang temen-temen dari kantor pusat untuk datang ke acara pesta ulangtahunku di rumah Malam Minggu besok. Pada bisa dateng semua kan? Soalnya sekalian Joe, digabung dengan acara lamaran dari Mas Andrew. Memang sih rencana pernikahan kami berdua masih tahun depan, tapi kami merasa setelah hampir satu tahun pacaran, sebaiknya kami mengikat hubungan secara lebih serius. So, what do you think?”

Kini aku tahu jawabannya. Kekurangan Gadis cuma satu. Dia sudah ada yang punya…



A short story by Windy Indira

No comments:

Post a Comment